3.22.2012

Simple

Hari ketiga setelah UAS berakhir, yang tersisa tinggal pelajaran-pelajaran UAN, jam pelajaran paling banyak enam jam sehari. Itu menurut jadwal. ya, dan ini adalah hari ketiga dengan harapan yang juga sudah ketiga kalinya kuterbitkan,harapan dapat pelajaran full, sesuai jadwal.Kenapa harus tiga kali? Di hari pertama,ada 3 guru yang seharusnya mengajar di dalam jadwal, tapi nyatanya? Hanya satu guru di dua jam pertama. Di hari kedua, nihil, lagi-lagi kami hanya jadi penghalang jalan di depan kelas. Di hari ketiga ini, aku sudah kehilangan kepercayaan. Akhirnya aku datang jam setengah sembilan, setelah tau ternyata dua jam pertama gurunya datang. Keyakinan begitu mantap, hari ini pasti full dilihat dari pelajaran apa saja yang ada.

5 menit..10 menit..20 menit.. ini ada pelajaran gak nih? harapan mulai bermutasi jadi emosi. Akhirnya sang guru di-sms. "tidak ada pelajaran, saya ada acara keluarga di rumah" mutan berwujud emosi sudah bergulung-gulung di hati. Saya sudah mandi pagi, saya pakai seragam SMA, saya dua puluh lima hari lagi UAN dan hari ini tidak diberi pelajaran sama sekali (lagi).

Beberapa saat kemudian, guru yang lain, guru yang seharusnya mengisi pelajaran ketiga datang. Setitik harapan melukai mutan-mutan yang mengamuk di hati. "wah ketoke nanti aku nggak bisa ngisi e" sambil berjalan santai, tersenyum cerah mengalahkan senyum mentari pagi ini, bersamaan dengan luka di tubuh sang mutan yang ternyata membuat mutan-mutan itu menggandakan diri dan seketika meluap melewati rongga mulut.tidak terkontrol, bukan cuma aku yang mengeluarkan mereka,membuat sang guru nampak tersinggung dan pergi meninggalkan kami diiringi sebuah teriakan "pak,jangan melarikan diri dong!" memang tidak ada yang suka dituduh,diteriaki,dan dikurangajari tapi maklumi kami, ini lebih dari sekadar tenaga yang kami keluarkan untuk berjalan ke kelas, lebih dari tetes-tetes bensin yang menguap dari tangki motor kami,ini lebih dari listrik yang terpakai untuk menyetrika baju kami, dan tentu saja lebih dari SPP yang setinggi langit. Waktu tidak bisa dibeli, waktu tak pernah kembali.

...Kecewa dan marah itu sederhana.

Untungnya, Ringga ngajak Mita masak bareng di rumahnya, dan aku segera ikut, lalu disusul Ochi. Lebih baik cari hal lain daripada beternak mutan di dalam sekolah.

Sampai di rumah Ringga segera diputuskan kita bakal masak Puding rasa kopi,kopyor sintetis, dan Makaroni yang digoreng pake tepung panir, sampe sekarang masih gatau namanya apa hehehe :) Terus kita ke Pasar Ngasem deket rumah Ringga, beli bahan-bahan yang serba sedikit-sedikit.

Dari jam 10.30 sampe jam 13.00, kita berkutat di dapur Ringga, bikin puding, ngeremukin Oreo, ngerebus Makaroni dan ayam,motongin wortel,motongin bawang bombay,mecahin telur yang ternyata kuningnya ada dua, numis bawang bombay,nyampurin makaroni sama sayur dan tumisannya,bikin bola-bola dari makaroninya,ngegoreng bola-bola makaroni yang udah dikasih tepung panir, sampai mencampur kopyor sintetisnya dengan sirup dan air. Rasanya puas banget sampe rasanya pengen guling-guling berhasil bikin semua makanan itu :)

....dan bahagia itu sederhana.

Kalo dianalogiin, kita nih gak dikasih kesempatan sekolah, akhirnya kita nyerah dan belajar masak aja buat jadi ibu rumah tangga. Sedih loh :( rasanya tadi pas masak kaya anak putus sekolah yang berakhir masak di dapur.

Jadi, yang gurunya masih rajin ngajar disyukuri ya.. yang berlebih-lebihan memang tidak baik apalagi jam kosong yang banyak sekali selama dua tahun terakhir. Se-malesin apa gurumu kalo masih mau ngajar dengan ikhlas atau setidaknya ingat kalau punya jadwal ngajar kalian itu berarti gurumu perhatian dan sayang.

Hari ini aku tidak berhenti bersyukur atas hal-hal sederhana yang mengingatkanku pada hal-hal yang besar. Ditambah lagi aku tak henti meminta maaf pada Tuhan atas segala keluhan dan amarahku hari ini.

No comments:

Post a Comment

Search This Blog