10.14.2015

Jikalau

Hari ini saya pergi ke pemakaman.

Malam sebelumnya, saya kebingungan. Ada sesal yang bercampur dengan keterkejutan. Ada ragu dan kebimbangan. Saya mengenalnya, tapi juga tidak. Saya punya relasi dengannya, tapi tak tergambarkan.

Adalah sebuah pentas teater yang menjadi persimpangan bagi kami. Saya di panggung, ia menonton. Esok harinya, saya menemukan seseorang me-mention akun saya di Twitter. Sebuah pujian.

Kala itu saya hanya bisa membalas dengan senang hati. Dilanjutkan dengan sedikit obrolan di lini masa. Berakhir di situ. Saya ingin tahu siapa dia.

Hari terus berjalan, lini masa makin ramai. Terkadang kami bersua di topik yang sama. Terkadang ada tanya jawab. Terkadang saya membaca kicauannya, semuanya. Menarik.

Ingin tahu lebih lanjut, saya seringkali singgah di lini masanya. Klik sana sini, menemukan tulisan tulisannya. Saya ingin berteman dengannya, pikir saya kala itu.

Tahun berganti, tidak ada yang terjadi. Sesekali saya melihatnya mengayuh sepeda di sekitar kampus. Hingga akhirnya, beberapa waktu terakhir, ia berteman dengan salah seorang sahabat saya. Katanya, ia mengingat saya. Sekali saya diajak pergi bersamanya, tapi saya ada urusan lain.

Pernah sekali saya tak sengaja bersua dengannya di sebuah kedai kopi. Ingin menyapa, tapi malu.
Terakhir, saya berjalan di belakangnya. Ia menuntun sepeda. Ia melihat saya, saya pun. Ingin menyapa, tapi malu. Nanti saja, kalau ada kesempatan lebih tepat. Nanti saja, di acara lain pasti berjumpa. Nanti saja.

Hari ini saya menyapanya. Di pemakamannya.

Saya ingin berteman dengannya. Pun tak pernah terjadi karena saya terus menunda. Nanti saja.

Selamat jalan mas Pandu Perdana Putra. Terima kasih pernah membuat lini masa saya menjadi menyenangkan. Saya suka tulisan-tulisanmu. Ada suatu masa ketika saya merasa sangat mengenalmu. Maaf saya terlalu banyak malu hingga berteman sungguhan pun tak bisa. Selamat telah menjadi golongan yang beruntung karena mati muda!

Semoga bahagia di sana :)


Search This Blog