3.29.2012

Pencernaan yang Baik

Banyak yang bilang kalo di Indonesia, orang lebih banyak menangkap apa yang sebenar-benarnya terucap, bukan yang sebenar-benarnya dimaksudkan. Well, mari kita hilangkan kata Indonesianya, karena aku agak ga enak hati kalo ngomong yang jelek-jelek terus dikhususkan cuma buat Indonesia aja. Jadi diganti dengan banyak orang kadang tidak memahami apa yang dikatakan orang lain tapi semata-mata hanya mengambil apa yang diucapkan tanpa dipikirkan maksud sebenarnya ditambah memikirkannya dengan sudut pandang negatif.

Banyak yang bilang begitu,aku ngeh tapi belum menemukan contoh konkretnya sampai kemarin aku les bahasa Indonesia di rumah salah satu guru sekolahku. Di sebelah rumahnya, beliau punya sembilan kamar kos yang dibangun di sebidang tanah yang tidak terlalu luas. Beliau bercerita tentang tanahnya itu saat kami mau pulang, "wah, ya begini, karena kami keluarga guru, tau tidak?tanah ini sertifikatnya ada enam" sambil bergurau beliau meneruskan, "namanya keluarga guru jadinya nyicil-nyicil" Kalau, kamu berpikir dari sudut pandang negatif tanpa mendengar kalimat kedua, pasti langsung punya kesimpulan, 'pamer banget sih'. kenapa? karena yang ditangkap hanya bagian 'sertifikatnya ada enam'. Enam berarti banyak, sertifikatnya ada enam berarti sertifikatnya banyak, berarti tanahnya luas, berarti beliau mencoba bilang 'ini loh tanah saya luas, sertifikatnya ada enam...' Padahal, maksud beliau adalah 'ini loh tanah saya segini aja sertifikatnya nyampe ada enam, gara-garanya saya belinya nyicil sedikit-sedikit sampai enam kali' Maksudnya jadi sangat berbeda teman-teman... kalau dipikir pakai pikiran negatif beliau sombong sekali, tapi kalau dipikirkan dengan pikiran positif sambil menilik fakta, beliau mencoba merendah di depan kami.

Di jalan waktu berhenti di perempatan, motor temen ada yang berhenti di sebelahku, terus dia bilang "gile sri!! sertifikatnya ada enam!! gaya banget!" aku sih senyum-senyum aja sambil bilang, "bukan gitu maksudnya kali.."

Walaupun begitu, fakta diatas kadang-kadang bikin aku bersyukur karena ada beberapa yang nggak nyadar kalo aku menjawab pertanyaan mereka atau mengomentari pernyataan mereka dengan kalimat-kalimat sarkasme. Soalnya kadang-kadang kalimat-kalimat sarkas itu keluar dengan sendirinya tanpa terkontrol, dan ternyata yang dituju tidak nyadar, hore! masalahnya kalau mereka nyadar kan aku jadi nggak enak sendiri.

Jadi, yang dibutuhkan selain pencernaan untuk makanan yang baik juga pencernaan untuk kalimat-kalimat yang dikatakan orang lain. Kalau pencernaan perut nggak baik, kan bisa diare, sembelit, atau hal semacamnya, nah kalau pencernaan untuk kalimat-kalimat itu nggak baik akhirnya apa yang dikeluarkan oleh kita juga banyak yang nggak baik, kaya diare.ups.

Aku mencoba mengaitkan ini dengan mulai nge-hits-nya standup comedy sekarang. Walaupun standup comedy sudah begitu ngetren, tapi penikmatnya tidak sebanyak...sebut saja.. ituloh acara komedi yang komediannya katanya bayarannya bermilyar-milyar. Kenapa? karena standup comedy masih dianggap sering menyinggung orang lain, masih ditelan mentah-mentah tanpa pencernaan yang baik. Ambil contoh aja, Papaku yang paling deket, pertama kali nonton standup di tv, beliau bilang 'becandaan apaan nih,kok jelek-jelekin orang' lagi-lagi saya senyum aja.

Ah, tapi saya gak maksud apa-apa loh ya posting ini. Hanya menitipkan pikiran disini. Siapa tau bisa menghapus pikiran-pikiran negatif yang bergentayangan. Saya juga gak maksud bilang bahwa, 'saya ini open-minded loh' saya juga masih banyak berusaha buat menyehatkan alat pencernaan kalimat saya yang juga belum bener-bener banget, saya juga masih sering nggak ngeh juga kok kalo ada yang men-sarkasme-in saya.Makanya, positif yuk :)

No comments:

Post a Comment

Search This Blog