5.31.2015

Better Than You Think

Setelah melangkah begitu jauh dan kembali berhenti, rasanya seperti tidak pernah melakukan apa-apa. Ada saat-saat yang membuat saya terus berpikir demikian. Pikiran-pikiran tentang sudah melangkah ke mana saja. Langkah-langkah yang kemudian saya lupakan dan anggap tidak pernah ada. Ingatan pendek itu kemudian membawa saya kepada renungan-renungan penuh penyesalan nan menyesakan bak manusia yang tak pernah bergeser ke manapun dalam hidupnya. Bertingkah seolah kehidupan telah berhenti sekian lama karena saya diamkan begitu saja

Seakan manusia putus asa, saya terdiam sambil meneriakan keluhan ke sana kemari. Teriakan-teriakan yang membuat kehidupan makin terasa menyedihkan. Saya pikir bisa tersenyum sambil berteriak seperti orang linglung macam itu. Saya pikir begitu. Kenyataannya, tidak lebih baik. 

Saya sering menemukan letupan-letupan keterkejutan terhadap langkah-langkah yang telah saya capai setelah sekian lama meneriakan keluhan. Pada suatu saat saya pernah tersenyum senang karena ternyata saya mampu menciptakan sesuatu yang ternyata lebih hebat dari perkiraan saya sendiri. Pikiran-pikiran saya terkadang mementahkan apa yang sudah saya susun dan bangun bagi diri sendiri. Selalu berpikir remeh temeh tentang diri sendiri padahal itu sudah lebih baik dari apa yang saya harapkan dan impikan. 

Kadang-kadang karena terlalu lelah, apa saja bisa menjadi sulit. Hal yang harusnya biasa menjadi sulit sekali dikerjakan. Seolah diri ini tidak punya kemampuan apa-apa. Seolah saya ini lemah tak berdaya. Lalu saya hanya bisa menangis sendiri, bertanya-tanya bagaimana caranya menyelamatkan diri. Ternyata, jawabannya mudah. Tidak perlulah terisak-isak merutuki langkah-langkah yang dianggap tak pernah ada. Sesungguhnya langkah-langkah yang terlupakan itu hanya perlu diurutkan lagi jejaknya maka yang sulit-sulit itu bisa menjadi mudah lagi. Yang kedua tidak pernah lebih sulit dari yang pertama, karena pernah melakukan hal yang sama. Jika sudah melakukan itu, kekhawatiran-kekhawatiran yang telah lalu tidak akan ada artinya. Lalu kemudian saya bertanya-tanya sejak kapan bisa melakukan ini dan itu. Oh ternyata, saya terlalu lama melupakan diri sendiri, terlalu lama melupakan apa yang sudah saya kerjakan, terlalu lama meremehkan diri sendiri. 

Yang tidak boleh itu menjadi sombong, tapi jangan sampai melupakan apa yang bisa dilakukan diri sendiri. Saya baru menyadari bahwa terlalu sering merendahkan diri sendiri membuat saya menjadi remeh temeh karena ternyata saya bisa melakukan banyak hal dengan lebih baik dari yang saya kira. Kemudian letupan keterkejutan itu hadir lagi, terharu, mengapa bisa semudah itu. Yang tidak boleh itu menjadi sombong, tapi jangan lupa bersyukur dan memperkuat diri sendiri. 

5.30.2015

Sepiring Tulisan

Saya berniat nulis panjang, tapi lapar. Gimana dong.

5.29.2015

Kembang Desa

Hari ini pergi ke Minomartani the Metropolitan untuk mengambil monitor-monitor dan PC di "kantor" atau sebuah markas berisi banyak orang di depan komputer. Saya dan dua orang lainnya mengangkutnya ke "kantor baru" kami. Ya ya ya dan begitulah.

Pada intinya, saya akhirnya dikembalikan oleh Raro ke tempat saya semula bersama dengan Yuga. Karena Yuga tidak membawa kendaraan, akhirnya ia pulang ke kosannya bersama saya. Di tengah perjalanan pulang Yuga berbelok ke arah lain dari lokasi kosnya.

"ke mana?" tanya saya. 

"Beli susu dulu ya," jawabnya

"Emang di sini ada yang jual susu?"

"Ada, susu kembang desa," ujarnya santai

"Hah? Apaan sih. Serius itu namanya?" mabok lagi nih si Yuga, omongannya emang sering ga bener, pikir saya. 

"Hahaha nggak, itu bikin sendiri namanya, mbaknya yang jual sering pake celana gemes, gitu deh kaya kembang desa"

"what the f"

"liat aja sendiri nanti."

Dan benar saja.. ketika baru saja memarkir motor di depan gerobak susu itu, Yuga berkata, "bener ga?" dan saya hanya bisa tersenyum geli dan mengiyakan. 

Kalau mbaknya disebut kembang desa, saya tidak bisa lebih dari setuju. Memang sih, hari ini si mbak tidak pakai celana gemes seperti kata Yuga, tapi ia sudah cukup cetar sebagai seorang penjual susu. Alisnya terlukis dengan rapi, seperti mbak-mbak beralis masa kini. Wajahnya mulus, rajin facial mungkin? Giginya berbehel biru muda. Sangatlah gaul dan cocok diberi predikat kembang desa.

Di perjalanan pulang Yuga menambahkan keterangan, "biasanya mbaknya muter lagu top 40, terus sambil nyanyi." Saya hanya bisa manggut-manggut, sambil berpikir kapan saya akan iseng mampir beli susu di mbak kembang desa.  


5.28.2015

Kanan dan Kiri

Coba ingat-ingat, sudah berapa kali kamu harus memilih dalam hari ini. Pilihan apa saja, sesepele mau memilih es jeruk atau es teh.

Coba saya ingat-ingat saya harus membuat berapa pilihan hari ini. Saya sudah lupa. Terlalu banyak pilihan yang harus saya buat dalam sehari. Pun begitu seharusnya orang normal. Memilih bangun sekarang atau nanti, memilih masuk kuliah atau tidak, memilih mengisi presensi atau tidak, memilih duduk di mana, memilih makan apa, memilih pulang kapan, memilih naik apa, memilih pergi atau tidak. Bersama dengan itu pembuatan keputusan pasti akan datang. Itu artinya, saya pasti mengambil keputusan setiap hari, berpuluh kali. Pun manusia yang lainnya. 

Sebuah kebiasaan yang tidak tersadari. Sebuah kebiasaan yang jika diminta sangat sulit melakukannya. Memilih. Membuat keputusan. Sulit. 

Saya butuh banyak waktu untuk membuat keputusan. Saya sering sekali berubah pilihan. Saya bisa geser ke kanan ke kiri untuk memutuskan menggunakan toilet yang mana di kampus. Saya bisa bilang "cabe lima, eh enam, eh lima aja," pada penjual ayam geprek. Saya sangat lambat untuk memutuskan hal-hal besar, yang menyangkut diri saya sendiri. Saya sering menyesal setelah membuat keputusan. 

Ceritanya saya sedang curhat. Hari ini banyak pilihan. Besok banyak pilihan. Kemarin banyak pilihan. Makanya, saya tidak suka pergi ke tempat makan yang banyak pilihan, bikin susah.

5.27.2015

High

Ada hari-hari yang terasa begitu ringan. Ada hari-hari yang terasa begitu berat hingga ingin segera diselesaikan. Ada hari-hari yang seperti ini. Hari yang terasa begitu terbang, melayang, tidak berdasar, dan terasa tidak berarti. Hari yang seperti ini, yang terasa seperti kosong padahal berisi. Hari yang seperti ini, yang membuat seisinya menjadi tembus pandang. Hari yang seperti ini, yang adegan-adegannya terasa begitu membosankan meskipun dilakukan dengan semangat. 

Hari yang semacam ini. Hari yang yang membuat saya memilih lagu-lagu sedih untuk didengarkan. Hari yang membuat saya memandang sudut layar bioskop alih-alih menonton film yang diputar. Hari yang membuat semua perkataan lawan bicara lamat-lamat sulit dicerna. Hari yang membuat saya berpikir lebih lama untuk menjawab sebuah kalimat tanya. Hari yang membuat saya begitu malas tertawa dengan ikhlas. Hari yang tidak tahu harus dimaknai dengan apa. 

Terima kasih kepada hari yang begitu melayang ini. Hari yang saya jalani seperti orang terkena candu. Hari yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang bergema tak terjawab di dalam benak saya. 

5.26.2015

Yamie Pathuk yang Lezat

Di tengah perbincangan tentang mie ayam enak di Jogja, saya mendengar pernyataan yang begitu mengagetkan. "Yamie Pathuk biasa aja, nggak begitu enak," ujar Revul. Saya hanya bisa terbelalak, kaget, dan merasa terkhianati. Bagaimana bisa, pikir saya. Tidak mungkin. Kecuali ia pernah makan yamie di Depot Mini, Banyuwangi, itu akan jadi lain cerita. Oh iya, besok saya cerita tentang depot mini yang menggelegar itu ya. Kembali ke Yamie Pathuk, manusia macam apa yang berani bicara hal itu? hah? Beraninya, lolong saya dalam hati. Sungguh congkak manusia ini.

Usut punya usut, Revul punya kebiasaan yang dapat mengacaukan cita rasa yamie semacam mie Pathuk. Ia menyiram seluruh kuah ke dalam mangkoknya dan mengaduk-aduknya. Itu bukan cara yang terhormat Revul, ingatlah! Kamu akan menyesal bila terus melakukannya. Yamie Pathuk harus diperlakukan dengan penuh cinta, dari adukan sumpit atau garpu yang penuh kasih itu, kenikmatannya akan tercampur. Kenikmatannya tidak akan hadir dengan kebrutalanmu. Ingat dan camkan itu baik-baik!

Kenikmatan Yamie Pathuk, bagi saya, ada di dalam sulur-sulur mie-nya. Jika dikunyah sambil terpejam, mie itu seolah berkomunikasi dengan otak. Ia menyampaikan kenikmatan yang tidak dapat digambarkan dengan apapun kecuali komunikasi yang intim di antara mie dan otak saya.

Lalu bagaimana caranya supaya itu bicara tentang kenikmatannya? Begini cara berkomunikasi dengan mie Pathuk cara saya, pindahkan beberapa sendok kuahnya ke atas mie, lalu aduk perlahan, gulung mie-nya, dan kunyah perlahan. Lakukan dengan khidmat. Mie itu sangat sakral, jangan diperlakukan dengan kasar, Jangan! Ingat Revul, coba besok ke Yamie Pathuk lagi, lalu lakukan langkah-langkah di atas, Bila tetap tidak enak, ya sudah memang selera kita yang berbeda.

xoxo

5.25.2015

Society and Anxiety

Empat tahun lalu, saya bisa keliling Surabaya tanpa telepon pintar. Saya bisa tersesat dengan tenang tanpa sinyal 3G apalagi HSDPA. Saya selalu selalu menghapus kata tersesat setiap bepergian, selama itu masih di tengah kota dan banyak manusia. Manusia-manusia yang dengan baik hati menjawab segala pertanyaan juga pasti akan serta merta membuang ketakutan-ketakutan itu.

Setahun terakhir saya merasakan perbedaan yang sangat terasa di tengah teman-teman seperjalanan. Ke mana pun perginya, jauh atau dekat, kecemasan yang hadir di tengah mereka tidak akan jauh dari telepon pintar. Kini, bepergian di kota besar pun seolah tersesat di tengah hutan belantara, seolah tidak ada siapapun yang bisa diajak bicara jika tersesat. Secara tidak sadar saya pun bertingkah seperti itu. 

Di awal tahun ini, saya pergi bersama keluarga menuju ke kota-kota di Jawa Timur menggunakan mobil. Bagi saya, tokoh utama dalam perjalanan itu adalah mbak-mbak Google yang berkata "in three hundreds metres, turn left" atau "your destination is on the right side". Kami percaya sepenuhnya pada mbak Google itu, membuat pedal gas diinjak dengan percaya diri, dengan mantap setir diputar ke arah kanan dan kiri karenanya. All hail Mbak Google!

 Pada suatu hari, saya pergi ke Solo dengan sepupu saya. Perjalanan yang seperti biasa direncanakan dengan sembarangan asal bisa bepergian. Tidak tahu mau ke mana, biar intuisi saja yang menentukan, begitulah kiranya semboyan kami sejak membeli tiket kereta. Sampai di Solo, tentu saja, intuisi bagi saya sudah termasuk bersama dengan Google Maps. Saat menentukan tujuan pertama, saya dengan sangat cemas menyentuh-nyentuh layar telepon pintar. Setelah naik bis, saya masih cemas melihat ke mana jalannya bis itu apakah mengarah kepada jalan yang benar. Hingga akhirnya, pada kali kesekian saya ingin bertanya pada Google tentang segala yang perlu kami lakukan, sepupu saya dengan tenang menjawab, "wis to, pake GPS gunakan penduduk sekitar aja to, lebih valid." Ya kalau dipikir-pikir memang benar sih, Google suka bohong, Google mudah ditipu orang iseng, Google bisa membuat saya tersesat, tapi tetap saja saya menaruh keyakinan kepadanya. Saya tidak tahu kapan hingga akhirnya manusia tidak punya waktu lagi bahkan untuk melamun karena setiap saat apa yang ada di internet mengajaknya bicara.  

5.24.2015

apa

TIDAK SEMOGA SAYA SELAMAT

5.23.2015

alhamdulillah

Manusia adalah tempatnya luput dan kesalahan. Hari ini saya hampir lupa posting dan sampai malam begini pun masih belum sampai rumah.

Alhamdulillah, teknologi sudah begitu maju. Kini kita sudah bisa mengakses dunia lewat genggaman tangan. Sambil nonton orang main biola dan menari saman pun saya bisa posting blog sembari berdiri.

5.22.2015

wow it's kewl

Jadi hari ini saya baru saja menyadari kalo ada band bagus yang tidak saya pedulikan selama bertahun-tahun. Waktu itu teman saya sangat menyukainya, bahkan kalau tidak salah waktu band itu datang ke Indonesia, dengan amat bersemangat ia menontonnya. Saya yang tidak gaul apalagi hipster hanya diam-diam saja tidak peduli pada band apa yang ia tonton. Hingga..... pada hari ini.... empat tahun setelah teman saya heboh itu, saya baru sadar kalau lagu-lagu band itu bagus ya. Ya udah deh, alhamdulillah. 



5.21.2015

Gadis Pencari Sekrup

Pada suatu malam yang dingin, seorang gadis termenung-menung di depan layar laptopnya. Jika kamu perhatikan matanya, maka yang kau lihat hanyalah, kedip, kedip, kedip, kedip. Sesekali ia melirik layar lebih kecil di sampingnya sambil mengetikan pembicaraan mengenai alien, duyung, mahasiswa tua, skripsi, dan ketan. Apa pula, pikirnya.

Ia tiba-tiba teringat mengapa ia begitu ngantuk malam ini. Selanjutnya, ia mengingat kejadian menyeramkan yang ia alami beberapa hari lalu dan membuatnya pergi ke Ace Hardware sore tadi.

Hari itu.. matahari bersinar begitu terik. Gadis itu, sedang sibuk mempersiapkan alat-alat untuk pembuatan tugas mata kuliah produksi iklan. Di tengah taman yang ala-ala itu, ia dan teman-temannya sibuk merangkai bunga, memasang kamera, mengarahkan talent, dan menggeser-geser slider. Si gadis kemudian ingin menggeser slider juga, kemudian ia berteriak kepada temannya "ini gimana sih kok nggak bisa jalan slidernya," sambil berusaha memutar-mutar sekrup yang ada di samping slider. Tak dinyana, si gadis yang sangat bersemangat itu terdiam seketika. Terdiam seperti kamera di atas slider yang tak mau bergeser. Mulutnya menganga, matanya berusaha memahami apa yang baru saja terjadi. "Ini kenapaaaa, ini kok putus ini kenapaaa," teriaknya histeris melihat sekrup plastik yang ia putar-putar sedari tadi sobek nyaris putus dan tak bisa diputar lagi. Seketika terbayang kakak angkatannya yang bernama Acip, si pemilik slider. Harus berkata apa diriku, pikir si gadis.

Di hari pengembalian slider, si gadis bingung. Ia bingung bagaimana supaya slider itu bisa berfungsi sebagaimana mestinya. Ia berusaha keras, memutar sekrup plastik, menusuk-nusuk, menarik-narik, hingga akhirnya sekrup plastik yang amat lemah itu lepas dari lubangnya. Si gadis segera menggantinya dengan sekrup besi yang tidak lemah. Sayangnya sekrup besi itu tidak cukup panjang, tapi setidaknya bisa membuat slider berjalan.

Namun... acip ingin sekrup plastik yang lemah. Ia ingin semuanya kembali seperti sedia kala. Oleh karena itu, si gadis pergi ke Ace Hardware dan menemukannya. Kenapa ke Ace Hardware? Karena si gadis tidak tahu harus bilang apa bila pergi ke toko. Benda itu terlalu rumit, seperti kehidupan. Ia hanya berharap semoga sekrup yang ia temukan sesuai dan dapat digunakan.

5.20.2015

Sarapan

Pagi yang baik adalah pagi yang diawali dengan sarapan yang cukup. Sarapan yang mampu membuatmu bersemangat sepanjang hari dan bertahan tanpa perlu cemilan tambahan sampai makan siang. Selain alasan kesehatan, punya waktu untuk sarapan berarti punya waktu cukup di pagi hari tanpa bangun kesiangan. Di hari yang cukup selo, sarapan bisa menjadi ritual yang cukup menyenangkan atau bahkan bisa menjadi aktivitas cukup berat untuk mengisi keseloan. 

Menurut saya, sarapan adalah saat makan yang paling damai. Matahari belum bersinar terlalu terik dan hawa pagi yang dingin seolah meredam kendaraan yang tergesa-gesa. Sarapan adalah makan yang paling tepat sasaran, tidak perlu bertele-tela, langsung makan! Kalau bertele-tele nanti paginya habis, kalau bertele-tele nanti terkejar hari yang berlalu begitu cepat, kecuali sedang selo lho ya. Sarapan memang cepat karena belum banyak cerita yang terkumpul layaknya saat makan malam. Sarapan adalah kedamaian yang hakiki pada suatu pagi yang cerah, apabila tidak bangun kesiangan dan tergesa-gesa.

Sarapan adalah identitas. Ada yang menyenangkan saat pergi ke kota lain dan sarapan. Ada kota yang membuka harinya dengan sayur-sayuran, kota lainnya membuka pagi dengan santan dengan kolesterol tinggi, kota lainnya lagi mengawali pagi dengan kesegaran kuah bening. Sarapan sesungguhnya adalah ritual yang amat pribadi lebih dari mandi pagi. 

Halo 31 Hari Menulis! Jangan lupa sarapan sebelum kuliah ya besok pagi :) 

5.08.2015

Biru Hijau

Saat seperti ini. Saat isi kepala dibagi-bagi dan tidak tahu harus dirapikan dengan cara seperti apa. Saat seperti ini. Saat permasalahan kecil tiba-tiba terasa besar dan mencuri tempat permasalahan besar yang mengecil terdesak. Saat seperti ini, sebaiknya duduk sebentar dan mengingat deburan ombak dan hijaunya hutan rimba di hari libur.

Belum pernah saya naik kereta selama itu. Dua belas jam. Berdesakan. Jogja - Banyuwangi. Tidur pun sampai bosan. Mimpinya bahkan sudah diulang.

Banyuwangi indah sekali. Ini bukan hanya indah, tapi memang sungguh indah. Entah kenapa semua yang saya lihat di Banyuwangi sungguh tidak tercela secara visual. Setelah turun dari kereta kami melihat taman kota yang sangat damai. Esok harinya ada hamparan biru di hadapan saya. Angin bertiup tenang, menggerakan sedikit demi sedikit pasir putih di kaki saya. Pun kedamaian di sebuah sudut pulau berpantai batu dengan air laut yang tenang. Seolah tidak perlu lah itu kuliah lama-lama sambil baca buku tebal-tebal untuk belajar perdamaian. Esoknya lagi saya melihat dunia sebagai bentangan hijau tak kunjung usai dari ketinggian. Saya melangkah setapak demi setapak mengalahkan kelemahan saya sendiri, mendaki gunung dan melihat keindahan di kawah biru yang mengepul. Lelah mendaki gunung, saya pergi ke hutan. Hewan-hewan besar berlarian di padang rumput hijau. Katanya, jika padang itu kering akan nampak lebih indah. Ah, hijau pun saya bahagia. Tidak ada bosan di kota itu. Jika bosan, lihat ke atas, ada susunan awan dan lengkungan langit yang terlalu menakjubkan bagi saya.

Saat seperti ini. Saat isi kepala dibagi-bagi dan tidak tahu harus dirapikan dengan cara seperti apa. Saat seperti ini. Saat permasalahan kecil tiba-tiba terasa besar dan mencuri tempat permasalahan besar yang mengecil terdesak. Saat seperti ini, sebaiknya duduk sebentar, cuci muka, cuci kaki, pejamkan mata, dan mimpi indah, Selamat tidur.

Search This Blog