1.25.2013

Yang Gagal dan Berguguran

Ini adalah liburan pertama saya sebagai mahasiswa. Saya membuktikan bahwa menjadi mahasiswa itu lelah, lelah menganggur. selo banget lho uripku! Sebenarnya tergantung siapa yang menjadi mahasiswa, ada juga kok yang jadwalnya berjubelan sampai ingin membuat bumi berotasi lebih lama. Ada juga yang 24 jam itu sangat cukup, bahkan sisa banyak untuk tidur siang sampai malam lagi. 

Kuliah di jurusan saya sangatlah santai. Bagi yang tidak setuju ya terserah, tapi bagi saya kuliah atau liburan bedanya cuma tipis. UAS diadakan selama dua minggu, tapi ujiannya dua hari sekali, beberapa mata kuliah memberi tugas take home, datang ke kampus ya cuma ngumpulin tugas. Sebelum UAS, sudah disediakan minggu tenang selama dua minggu. Meskipun ada tugas, waktu di rumah untuk main-main dan memikirkan hal lain itu sangat banyak. Selesai UAS, tentu saja liburan semester. Anak fakultas lain, masuk tanggal 11 Februari dan seperti yang sudah diberitahu banyak orang, fakultas saya masuk seminggu lebih lama (konon kabarnya bisa mundur lagi, hebat kan?). Fakultas lain harus mengurus KRS di tengah-tengah liburan, di antara fakultas itu ada yang menentukan birokrasi KRS yang begitu mengganggu liburan seperti harus minta tanda tangan dosen hari itu juga. Saya sudah KRS sejak bulan Desember, tanpa harus cepat-cepat minta tanda tangan, belum ada portal combat karena masih tahun pertama, pokoknya yang penting sudah KRS di website, dan santai saja. 

Tentu saja hal ini dibarengi dengan rencana-renca berlibur yang seharusnya datang lebih awal. Waktu UAS masih berlangsung, Ardy sudah mendaulat saya sebagai penyusun rencana perjalanan. Yah, anggap saja mendaulat saya. Saya sudah semangat karena jarang-jarang Ardy ingin traveling serius di kala liburan (biasanya wacana, kadang nggak niat, atau alasan yang lain). Saya sudah berandai-andai tentang destinasi menarik yang terjangkau. Pilihan saya jatuh kepada Pulau Tidung. Sayang sekali, di kala pilihan tersebut sudah sangat mantap di hati, Jakarta banjir dan saya menjadi tidak yakin. Ditambah lagi, saya makin lama nggak paham Ardy sebenarnya mau kemana. Dia ternyata ingin ke Bandung atau Malang saja.

Pada suatu malam, saat liburan baru saja dimulai, saya menemukan tiket Jakarta-Padang pulang-pergi dengan tiket pulang gratis. Dengan semangat saya kirim SMS ke beberapa orang yang kira-kira mau, walaupun sebenarnya saya nggak tahu di Padang ada apa. Hasilnya, semua menolak. Baik, saya akan mencari penawaran yang lain. Mbak Uli bilang, dia dapat tiket Jakarta-KL 99rb untuk akhir tahun dan saya segera bersemangat. Hal itu terbukti saat saya buka website maskapai penerbangan itu, pesan-pesan singkat pun berhamburan lagi. Tidak ada yang pasti, pembelian diurungkan. 

Pada hari Minggu, tiba-tiba Tita mengabarkan bahwa dia mau traveling. Kemana saja, dia sedang punya dana katanya. Setelah browsing kesana kemari, akhirnya munculah gagasan untuk pergi ke Thailand. Impian saya segera tercapai. Kebetulan, minggu depannya mama dan adik saya berangkat ke Thailand dan akhirnya saya punya travelmate ke Thailand. Saat semangat sudah membakar jiwa petualang saya, paspor saya ternyata akan habis di bulan April. Saya uruslah perpanjangan paspor tersebut seharian dan sialnya paspor tersebut baru dapat diambil di tanggal 29. Bersama dengan itu, gagal-lah rencana kami bertemu Peach Pachara. 

Malam setelah perpanjangan paspor, Deka dan Myrna membuat multichat di Facebook. Mereka melontarkan rencana baru pergi ke Bandung. Sebelumnya saya tidak bersemangat dengan Bandung, tapi rencana perjalanan ini sarat akan pengalaman berharga yang bisa saya tuliskan dengan sepenuh hati. Angin segar bertiup di jadwal berlibur saya. Saya sangat bersemangat. Sayangnya, chat itu ditutup dengan ketidakjelasan, menggantung, menunggu kabar yang tak pasti. 

Malam selanjutnya, saat sedang makan malam dalam rangka ulang tahun Rino, Bagas, dan Wisna rencana lain bergulir. Malang adalah kota yang disebut-sebut. Karena sudah putus asa, saya mau saja berangkat dengan rencana ini. Apapunlah, saya sudah lelah menyusun rencana perjalanan saya sendiri. Ketika dilakukan diskusi mengenai rencana ini, masalah baru bermunculan. Mereka adalah anak-anak fakultas lain yang hak-hak liburannya sering diganggu oleh fakultas seperti KRS. Ada lagi anak KU yang belum selesai ujian karena mereka pakai sistim blok. Tanggal keberangkatan semakin mundur menjadi tanggal 6. Statusnya juga belum meningkat dari wacana menjadi rencana serius. 

Semakin banyak diskusi yang dilakukan, semakin banyak destinasi yang dicoret, semakin banyak itinerary setengah jalan yang akhirnya gagal, semakin lama saya tidak melakukan apa-apa di rumah. Kemudian datanglah hari Jumat dimana semua orang yang ada di rumah saya pergi. Mama dan adik saya berangkat ke Jakarta, Papa saya pergi off-road ke luar kota. Saya tetap di rumah mengetik posting ini. Sebenarnya, sejak seminggu yang lalu, eyang saya sudah menelpon, menginstruksikan saya agar segera berangkat ke ibu kota. Saya berkelit, pergi ke Jakarta sendirian sama saja dengan di Jogja, lebih buruk karena saya semakin tidak produktif. Saya juga sudah menghindari Jakarta, kota itu adalah opsi terakhir. Berlibur ke Jakarta buat saya itu semacam rutinitas karena hampir tiap libur panjang saya menyambangi kota ini, pulang ke rumah eyang. Saya mencoba mencari tempat lain, tapi nyatanya saya terancam melarikan diri ke jakarta lagi karena putus asa merencanakan rencana perjalanan yang berguguran ini.

Saya tahu bahwa saya bukanlah perencana yang baik. Meskipun begitu, tetap saja wacana-wacana yang gagal itu membuat saya bingung sendiri. Ternyata bepergian tanpa rencana itu sungguh amat menyenangkan, sungguh. Mungkin kali ini saya akan bepergian tanpa rencana lagi, tapi entah kemana, mungkin kembali lagi ke Jakarta. Tolong cegah saya ke Jakarta dengan alasan yang pantas atau beritahu saya harus apa di Jakarta. 

2 comments:

  1. harusnya aku nggak ketawa tapi aku ketawa, kok ketoke uripmu naas tenan..

    ReplyDelete

Search This Blog