5.11.2013

Concert Hall

Baru saja menonton pentas besar teater Jubah Macan untuk kedua kalinya. Seperti biasa saya tidak bisa diam saat menonton. Komentar sana-sini, berlaga punya pengalaman segudang untuk bisa mengkritisi ini itu. Memparodikan setiap adegan yang dilakukan pemain, padahal mungkin dulu adegan saya lebih konyol dan aneh. Menonton penbes bersama teman-teman seangkatan mau tidak mau memaksa untuk bernostalgia pada masa lalu. Malam ini Ipung bilang, "kostum pentas ini bikin pemainnya jadi keliatan cantik ya.." dan segera saya timpali, "iya.kalo penbes kita dulu bajuya compang-camping, jadi pengen pentas yang bajunya bikin keliatan cantik, pentas lagi yuk." Di setiap adegan mengagumkan ringga pasti bilang, "aku kangen pentas, pentas lagi yuk" dan saya hanya bisa menjawab, "langsung pentas tapi, langsung senang, nggak usah latian, aku mau"

Saya kemudian menyadari saat tirai panggung menutup untuk pergantian scene. Pentas besar itu once-in-a-lifetime experience. Saya sadar setelah memikirkan adegan yang harusnya begini begitu, pemain yang harusnya berdiri di sana bukan di situ, cerita yang seharusnya begitu, atau apapun yang perlu dikoreksi. Saya pikir, koreksi itu tak lagi perlu karena yang disuguhkan malam itu adalah yang terbaik dan tidak akan terulang untuk perbaikan. Adegan-adegan itu, scene-scene itu, kisah-kisah itu, akan tertinggal di dalam kotak besar yang tertutup tirai di panggung itu, selamanya. Saya sadar bahwa setiap kali tirai itu tertutup dan setting-nya berubah waktu sedang berjalan meninggalkan yang lalu, disimpan di dalam gedung concert hall, tidak akan diulang -kecuali pentas dua hari, itu pun akan berakhir.

Bahagia

Bagian  favorit saya pada setiap pentas besar adalah scene terakhir. Saya dan teman-teman saya benar-benar ingat perasaan itu, saat berada di scene terakhir. Scene terakhir adalah scene yang memiliki energi paling kuat, penghabisan. Scene terakhir mewakili kebahagiaan setiap pemain, merepresentasikan impian jangka pendek mereka. Euforia yang tiada duanya bagi saya hingga saat ini adalah alasan datangnya energi kuat itu.

Jika ingin melihat bahagia yang sebenarnya, nikmatilah scene terakhir hingga pemain selesai menyanyikan lagu  Indonesia Raya usai pentas. Selebrasi yang paling membahagiakan, saat seluruh lampu concert hall menyala, memakai kostum, tapi jati diri sudah kembali lagi, bukan bermain peran. Euforia yang menghapuskan bulan-bulan lalu yang penuh keluhan dan hasrat minum es serta makan gorengan yang tertahan. Euforia yang membayar pengorbanan waktu yang begitu sulit. Scene terakhir dan menit-menit selanjutnya adalah kebahagiaan yang sesungguhnya. Kebahagiaan yang tak hanya datang dari berkantong-kantong plastik es krim yang dibagikan. Kebahagiaan yang boleh dibayar dengan suara serak esok paginya.

No comments:

Post a Comment

Search This Blog